BREAKING NEWS : Krisis Hutan Indonesia

kerusakan hutan di Indonesia saat ini, yakni pembalakan liar dan pembakaran hutan. Pelakunya amat sulit dicegah dan ditindak oleh pemerintah. Buktinya ketika Presiden Susilo Bambang Yudhyono turun langsung menangani masalah kabut asap di Riau, barulah Polda Riau menetapkan 35 tersangka terkait pembakaran hutan di Riau.

Kamis, 17 April 2014

MAMALIA ENDEMIK INDONESIA : Macan Dahan Borneo dan Sumatera yang akankah tinggal nama?


Macan Dahan Borneo dan Sumatera (Neofelis diardi) atau lebih sering disebut hanya dengan Macan Dahan merupakan salah satu anggota kucing besar selain Singa, Harimau, Macan Tutul, Jaguar, dan Cheetah. Sebagaimana Harimau dan Macan Tutul, Macan Dahan termasuk salah satu satwa langka yang dimiliki oleh Indonesia. Yang paling unik ternyata Macan dahan memiliki taring yang terbesar dan terpanjang diantara bangsa kucing lainnya. Bahkan lebih panjang dari taring Singa maupun Harimau.

Semula Macan Dahan Borneo dan Sumatera (Neofelis diardi) dimasukkan dalam satu spesies dengan Macan Dahan (Neofelis nebulosa) yang terdapat di daratan Asia. Namun berdasarkan penelitian para ahli, sejak 2007 Macan Dahan Borneo dan Sumatera dikategorikan sebagai spesies tersendiri yang berbeda dengan saudaranya yang berada di dataran Asia.

Macan Dahan (Neofelis diardi) terdiri atas dua subspesies yaitu Macan Dahan Borneo (Neofelis diardi borneensis) yang hidup di Pulau Kalimantan (Indonesia dan Malaysia) dan Macan Dahan Sumatera (Neofelis diardi diardi) yang hidup di pulau Sumatera, Indonesia.

Macan Dahan Borneo atau Kalimantan yang merupakan satwa endemik pulau Kalimantan dala bahasa Inggris biasa disebut sebagai Bornean Clouded Leopard. Sedangkan saudaranya, Macan Dahan Sumatera biasa dinamakan Sumateran Clouded Leopard. Penamaan ini tentunya erat kaitannya dengan corak tubuhnya yang seperti awan.

Ciri-ciri dan Perilaku Macan Dahan. Baik Macan Dahan Borneo dan Macan Dahan Sumatera mempunyai ciri-ciri fisik yang hampir sama. Kulit Macan Dahan (Neofelis diardi) ditumbuhi bulu berwarna kelabu kecoklatan dengan motif seperti awan dan totol-totl hitam.

Badan Macan Dahan tergolong tidak terlalu besar. Panjangnya hanya sekitar 95 cm dengan berat badan tidak lebih dari 25 kg. Ukuran tubuh Macan Dahan ini tentu lebih kecil dari pada Harimau Sumatera maupun Macan Tutul bahkan hanya seukuran anjing.

Ukuran tubuhnya yang kecil dan ringan membuat macan ini mempunyai gerakan yang licah di atas pohon dan lebih sering menghabiskan waktu di atas pohon. Ekornya yang panjang mampu menjadi penyeimbang gerakan tubuhnya. Juga kaki-kakinya yang pendek kekar serta berkuku tajam membuat Macan Dahan mampu berkeliaran di atas pohon dengan lincah. Bahkan dengan kepala di bawah sekalipun ketika menuruni pohon.

Yang paling istimewa selain kelincahannya di atas pohon adalah gigi taring Macan Dahan yang sangat besar dan panjang ketimbang predator lainnya. Macan Dahan memiliki taring hingga mencapai panjang 2 inci. Panjang gigi taring ini jauh mengalahkan gigi taring yang dipunyai jenis kucing besar lainnya seperti Singa, Macan Tutul, maupun Harimau.

Macan Dahan Borneo (Neofelis diardi borneensis) maupun Macan Dahan Sumatera (Neofelis diardi diardi) merupakan binatang nokturnal yang biasa melakukan perburuan di malam hari. Mangsa Macan Dahan meliputi aneka satwa liar mulai dari kera, rusa, ular, bekantan dan mamalia kecil lainnya.

Habitat Macan Dahan mulai dari hutan pantai, rawa-rawa hingga pegunungan dengan ketinggian mencapai 3000 mdpl. Macan Dahan menghuni hutan-hutan dengan pepohonan yang lebat dan menjauhi daerah pemukiman manusia. Satwa ini termasuk binatang yang sangat pemalu, karenanya amat sedikit yang dapat diketahui berkaitan dengan tingkah lakunya di alam bebas.

Konservasi Macan Dahan. Baik Macan Dahan Sumatera maupun Macan Dahan Kalimantan termasuk binatang yang langka dan terancam kepunahan. Oleh IUCN Redlist, keduanya dimasukkan dalam status konservasi “Terancam Punah” (Endangered). Juga diklasifikasikan dalam Apendix I oleh CITES.

Populasi Macan Dahan Borneo (Neofelis diardi borneensis) di alam bebas diperkirakan berkisar antara 5.000 hingga 11.000 ekor. Sedangkan saudaranya, Macan Dahan Sumatera (Neofelis diardi diardi) lebih memprihatinkan, sekitar 3.000 hingga 7.000 ekor. Langkanya Macan Dahan ini lebih disebabkab oleh berkurangnya hutan sebagai habitat tempat tinggal dan berburu mereka sebagai akibat kebakaran hutan maupun pembalakan liar. Selain itu juga dikarenakan oleh perburuan yang dilakukan manusia untuk mengambil kulit dan taringnya.

Macan Dahan Borneo dan Sumatera, pemilik taring terpanjang yang baru teridentifikasi sebagai spesies baru pada tahun 2007 kini telah terancam kepunahan. Apakah spesies endemik pulau Kalimantan dan Sumatera ini teridentifikasi hanya untuk punah dan hanya meninggalkan sebuah nama?

Pondok Satwa Conservasion / By PoWa Crew

MAMALIA ENDEMIK INDONESIA : Harimau Sumatera, Apa kabarmu Raja Rimba Indonesia?


Harimau Sumatra atau dalam bahasa latin disebut Panthera tigris sumatrae merupakan satu dari lima subspisies harimau (Panthera tigris) di dunia yang masih bertahan hidup. Harimau Sumatera termasuk satwa langka yang juga merupakan satu-satunya sub-spisies harimau yang masih dipunyai Indonesia setelah dua saudaranya Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah.

Hewan dari filum Chordata ini hanya dapat diketemukan di Pulau Sumatera, Indonesia. Populasinya di alam liar diperkirakan tinggal 400–500 ekor. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) semakin langka dan dikategorikan sebagai satwa yang terancam punah.

Asal usul

Harimau dipercaya merupakan keturunan hewan pemangsa zaman purba yang dikenal sebagai Miacids. Miacids hidup pada akhir zaman Cretaceous kira-kira 70-65 juta tahun yang lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat (Andrew Kitchener, “The Natural History of Wild Cats”). Harimau kemudian berkembang di kawasan timur Asia di China dan Siberia sebelum berpecah dua, salah satunya bergerak ke arah hutan Asia Tengah di barat dan barat daya menjadi harimau Caspian. Sebagian lagi bergerak dari Asia Tengah ke arah kawasan pergunungan barat, dan seterusnya ke Asia tenggara dan kepulauan Indonesia, sebagiannya lagi terus bergerak ke barat hingga ke India (Hemmer,1987).

Harimau Sumatera dipercaya terasing ketika permukaan air laut meningkat pada 6.000 hingga 12.000 tahun silam. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan subspisies harimau lainnya dan sangat mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.

Perlu diketahui, terdapat 9 subspesies harimau yang tiga diantaranya telah dinyatakan punah. Kesembilan subspisies harimau tersebut adalah:
Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti) terdapat di Malaysia, Kamboja, China, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam.
Harimau Bengal (Panthera tigris tigris) Bangladesh, Bhutan, China, India, dan Nepal.
Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) China.
Harimau Siberia (Panthera tigris altaica) dikenal juga sebagai Amur, Ussuri, Harimau Timur Laut China, atau harimau Manchuria. Terdapat di China, Korea Utara, dan Asia Tengah di Rusia.
Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) terdapat hanya di pulau Sumatera, Indonesia.
Harimau Malaya (Panthera tigris jacksoni) terdapat di semenanjung Malaysia.
Harimau Caspian (Panthera tigris virgata) telah punah sekitar tahun 1950an. Harimau Caspian ini terdapat di Afganistan, Iran, Mongolia, Turki, dan Rusia.
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) telah punah sekitar tahun 1972. Harimau Jawa terdapat di pulau Jawa, Indonesia.
Harimau Bali (Panthera tigris balica) yang telah punah sekitar tahun 1937. Harimau Bali terdapat di pulau Bali, Indonesia.

Ciri-ciri dan Habitat

Harimau Sumatra adalah subspesies harimau terkecil. Harimau Sumatera mempunyai warna paling gelap diantara semua subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat bahkan terkadang dempet.

Harimau Sumatra jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala hingga ke ekor dengan berat 300 pound. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci dan berat 200 pound. Belang harimau sumatra lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan.

Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat berenang. Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.

Harimau Sumatra hanya ditemukan di pulau Sumatra. Kucing langka ini mampu hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi.

Makanan harimau sumatra tergantung tempat tinggalnya dan seberapa berlimpah mangsanya. Harimau sumatra merupakan hewan soliter yang berburu di malam hari. Kucing ini mengintai mangsanya dengan sabar sebelum menyerang dari belakang atau samping. Mereka memakan apapun yang dapat ditangkap, umumnya celeng dan rusa, dan terkadang unggas,ikan, dan Orangutan. Menurut penduduk setempat harimau sumatra juga gemar makan durian.

Harimau Sumatera juga mampu berenang dan memanjat pohon ketika memburu mangsa. Luas kawasan perburuan harimau Sumatera tidak diketahui dengan tepat, tetapi diperkirakan bahwa 4-5 ekor harimau Sumatera dewasa memerlukan kawasan jelajah seluas 100 kilometer.

Konservasi

Hingga sekarang diperkirakan hanya tersisa 400-500 ekor Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang masih bertahan di alam bebas. Selain itu terdapat sedikitnya 250 ekor Harimau Sumatera yang dipelihara di berbagai kebun binatang di seluruh penjuru dunia.

Pengrusakan habitat adalah ancaman terbesar terhadap populasi harimau sumatera saat ini. Pembalakan hutan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau terbunuh antara tahun 1998 hingga 2000.

Dalam upaya penyelamatan harimau Sumatera dari kepunahan, Taman Safari Indonesia ditunjuk oleh 20 kebun binatang di dunia sebagai Pusat Penangkaran Harimau Sumatera, studbook keeper dan tempat penyimpanan sperma (Genome Rescue Bank) untuk harimau Sumatera.

Pondok Satwa Conservasion / By PoWa Crew

MAMALIA ENDEMIK INDONESIA : Kambing Hutan Sumatera Masihkah Ada dan Tersisa?


Kambing Hutan Sumatera (Sumatran Serow) atau yang dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Capricornis sumatraensis sumatraensis adalah jenis kambing hutan yang hanya terdapat di hutan tropis pulau Sumatra.
Di alam bebas keberadaan fauna ini semakin langka dan terancam kepunahan. Oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), satwa ini dikategorikan dalam “genting” atau “Endangered”. Sehingga tidak salah, untuk melindungi yang masih tersisa, jika kemudian pemerintah Indonesia menetapkan Kambing Hutan Sumatera sebagai salah satu satwa yang dilindungi dari kepunahan berdasarkan PP Nomor 7 tahun 1999. data terbaru pada 2014 ketika erupsi gunung sinabung seekor kaming hutan sumatera di temukan tetapi mati saat perjalanan menuju konservasi karena tidak diberi makan saat perjalanan oleh pihak dinas kehutanan setempat.

CIRI CIRI

Ciri khas Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis) ini adalah bertanduk ramping, pendek dan melengkung ke belakang. Berat badannya antara 50 – 140 kg dengan panjang badannya mencapai antara 140 – 180 cm. Tingginya bila dewasa mencapai antara 85 – 94 cm.
Pada dasarnya kambing hutan berbeda dengan kambing yang diternakkan, karena kambing hutan merupakan perpaduan antara kambing dengan antelop dan masih mempunyai hubungan dekat dengan kerbau. Kambing hutan merupakan satwa yang sangat tangkas dan sering terlihat memanjat dengan cepat di lereng terjal yang biasanya hanya bisa dicapai oleh manusia dengan bantuan tali.

HABITAT

Kambing Hutan Sumatera ini mempunyai habitat di hutan-hutan pegunungan dataran tinggi sumatera. Populasinya yang masih tersisa terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat (Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan) juga dapat ditemukan di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) yang secara administratif berlokasi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Provinsi Sumatera Utara dan Taman Nasional Gunung Leuser (Nanggroe Aceh Darussalam).

Tidak ada laporan yang berarti tentang kambing ini dalam sepuluh tahun terakhir. Berapakah spesies yang tersisa di alam bebas pun tidak diketahui dengan pasti. Mungkin karena maraknya penebangan dan illegal logging Indonesia, dan kebakaran hutan membuat populasi Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis) semakin terdesak dan langka serta semakin sulit diketemukan. Oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), satwa ini dikategorikan dalam “genting” atau “Endangered” atau tiga tingkat di bawah kategori “Punah” (Extinct).

Langkanya Kambing Hutan Sumatera ini membuat hanya sedikit kebun binatang di dunia yang memiliki satwa ini sehingga Kebun binatang yang memiliki koleksi spesies ini sangat bangga. Bahkan banyak kebun binatang di Indonesia sendiri yang tidak memilikinya.

Pondok Satwa Conservasion / By PoWa Crew

MAMALIA ENDEMIK INDONESIA : Bajing yang benar benar bukan Tupai


Ciri Ciri Utama Bajing yaitu memiliki moncong yang tidak terlalu panjang seperti halnya tupai, bagian muka (mulut dan hidung) relatif agak rata atau datar.
Habitat Bajing ada yang hidup di tanah juga ada yang hidup di pohon. Bahkan bajing dari subspesies Pteromyini mampu terbang (melayang dari atas ke bawah), karena jenis ini mempunyai membran (selaput tipis) diantara kaki depan dan belakang yang memungkinkan melayang jauh diantara pepohonan.
Berbeda dengan Tupai yang memakan serangga, Bajing merupakan binatang pengerat yang memakan buah-buahan. Sering kali binatang ini dianggap sebagai hama terutama pada tanaman kelapa dan perkebunan buah. Mungkin lantaran dianggap binatang hama dan perusak ini kemudian muncul istilah ‘bajingan’.

Bajing terdiri atas 51 genus dan 278 spesies (jenis).
Beberapa jenis Bajing yang terdapat di Indonesia antara lain:

  1. Ratufa bicolor (Jelarang); Hutan tropis dan subtropis di Asia termasuk Indonesia.
  2. Callosciurrus prevostii (Bajing Tiga Warna); Kalimantan
  3. Callosciurrus nigrovittatus (Bajing Hitam); Thailand, Semenajung Malaya, Sumatra dan Jawa.
  4. Callosciurrus notatus (Bajing Kelapa); terdapat di Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali dan Lombok, serta pulau-pulau di sekitarnya
  5. Callosciurrus adamsi (Bajing Telinga Botol); Endemik Kalimantan
  6. Callosciurrus orestes (Bajing Kelabu); terdapat di Kalimantan
  7. Sundasciurus hippurus (Bajing Ekor Kuda): Kalimantan
  8. Sundasciurus lowii (Bajing Ekor Pendek): Kalimantan
  9. Sundasciurus tenuis (Bajing Bancirot); Kalimantan
  10. Sundasciurus jentinki (Bajing Jentink); Kalimantan
  11. Sundasciurus brookei (Bajing Brooke); Kalimantan
  12. Sundasciurus juvencus (Bajing Palawan); Jawa dan Bali
  13. Glyphotes simus (Bajing Kerdil Perut Merah); Endemik Kalimantan
  14. Nannosciurus melanotis (Bajing Kerdil Telingan Hitam); Jawa dan Kalimantan
  15. Rubrisciurus rubriventer (Bajing Besar Sulawesi); Endemik Sulawesi
  16. Petinomys hageni (Bajing Terbang Kepala Tengguli): Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan
  17. Petinomys genibarbis (Bajing Terbang Berjambang): Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan
  18. Petinomys setosus (Bajing Terbang Dada Putih): Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan
  19. Petinomys vordermanni (Bajing Terbang Pipi Jingga); Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan
  20. Petinomys sagitta (Bajing Terbang Jawa); Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan
  21. Lariscus insignis (Bajing Tanah Bergaris Tiga); Kalimantan
  22. Dremomys everetii (Bajing Gunung); Kalimantan
  23. Rhinosciurus laticaudatus (Bajing Tanah Moncong Runcing; Kalimantan
  24. Exilisciurus exilis (Bajing Kerdil Dataran Rendah); Kalimantan
  25. Exilisciurus whiteheady (Bajing Kerdil Telinga Kuncung): Kalimantan
  26. Rheithrosciurus macrotis (Bajing Tanah Ekor Tegak)
  27. Petaurillus hosei (Bajing Terbang Hose)
  28. Lomys horsfield (Bajing Terbang Ekor Merah)
  29. Aeromys tephromelas (Bajing Terbang Hitam)
  30. Hylopetes lepidus (Bajing Terbang Pipi Kelabu)
  31. Pteromyscus pulverulentus (Bajing Terbang Berbedak)
  32. Petaurista petaurista (Bajing Terbang Rakasasa Merah)
Pondok Satwa Conservasion / By PoWa Crew

MAMALIA ENDEMIK INDONESIA : Badak Jawa Bercula Satu




Badak jawa atau badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama dengan badak india dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada badak india dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.

Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang paling banyak menyebar. Meski disebut "badak jawa", binatang ini tidak terbatas hidup di Pulau Jawa saja, tapi di seluruh Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok. Spesies ini kini statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi. Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya berada di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam dengan perkiraan populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya populasi badak jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap. Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan oleh kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti perang Vietnam di Asia Tenggara juga menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi pemulihan.Tempat yang tersisa hanya berada di dua daerah yang dilindungi, tetapi badak jawa masih berada pada risiko diburu, peka terhadap penyakit dan menciutnya keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam berkembangbiak. WWF Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak jawa karena jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah.Selain itu, karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka populasinya semakin terdesak.Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif dekat adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat yang pernah menjadi habitat badak Jawa.

Badak jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir besar. Badak jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak, walaupun suatu kelompok kadang-kadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat mendapatkan mineral. Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh. Badak jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu secara langsung karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies terancam. Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan tingkah laku mereka. Badak Jawa lebih sedikit dipelajari daripada spesies badak lainnya

Pondok Satwa Conservasion / By PoWa Crew

MAMALIA ENDEMIK INDONESIA : Babi Rusa, Si Pemalu yang Buas dari Sulawesi



babirusa adalah salah satu jenis dari beberapa jenis babi liar yang berasal dan hanya ada di sekitar Sulawesi, Pulau Togian, Malenge, Sula, Buru dan pulau-pulau Maluku lainnya. babirusa banyak ditemukan di hutan hujan tropis. Hewan ini gemar melahap buah-buahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan dedaunan. Mereka hanya berburu makanan pada malam hari untuk menghindari beberapa binatang buas yang sering menyerang.

CIRI CIRI BABI RUSA
Panjang tubuh babirusa sekitar 87 sampai 106 sentimeter. Tinggi babirusa berkisar pada 65-80 sentimeter dan berat tubuhnya bisa mencapai 90 kilogram. Meskipun bersifat penyendiri, pada umumnya mereka hidup berkelompok dengan seekor pejantan yang paling kuat sebagai pemimpinnya.
Binatang yang pemalu ini bisa menjadi buas jika diganggu. Taringnya panjang mencuat ke atas, berguna melindungi matanya dari duri rotan. Babirusa betina melahirkan satu sampai dua ekor satu kali melahirkan. Masa kehamilannya berkisar antara 125 hingga 150 hari. Bayi babirusa itu akan disusui selama satu bulan, setelah itu akan mencari makanan sendiri di hutan bebas. Selama setahun babirusa betina hanya melahirkan satu kali. Usia dewasa seekor babirusa lima hingga 10 bulan, dan dapat bertahan hingga usia 24 tahun.

HABITAT
Mereka sering diburu penduduk setempat untuk dimangsa atau sengaja dibunuh karena merusak lahan pertanian dan perkebunan. Populasi hewan yang juga memangsa larva ini kian sedikit hingga termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi. Jumlah mereka diperkirakan tinggal 4000 ekor dan hanya terdapat di Indonesia.

KONSERVASI
Sejak tahun 1996 hewan ini telah masuk dalam kategori langka dan dilindungi oleh IUCN dan CITES. Namun masih sering dijumpai perdagangan daging babirusa di daerah Sulawesi Utara. Karena itu, pusat penelitian dan pengembangan biologi LIPI bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat beserta Departemen Kehutanan dan Universitas Sam Ratulangi mengadakan program perlindungan terhadap hewan langka ini. Perlindungan tersebut meliputi pengawasan habitat babirusa dan membuat taman perlindungan babirusa di atas tanah seluas 800 hektar.
Pondok Satwa Conservasion / By PoWa Crew

 
Kunjungi Pondok Satwa On Twitter :)

BREAKING NEWS : Data terbaru kementrian kehutanan terkait biosfer pulau sumatera menyakinkan bahwa 80% ekosistemnya rusak dikarenakan banyak hutan dijarah, penebangan liar makin menjadi, dan batas wilayah konservasi tidak diakui. Degradasi ekosistem ini terjadi tidak hanya karena lemahnya penegakan hukum namun juga akibat kurang dipahaminya maksud dan tujuan pembangunan jangka panjang dan fungsi dari cagar biosfer. Peningkatan pemahaman dan kepedulian diperlukan baik bagi masyarakat tradisional yang hidup di sekitar dan di dalam hutan dan ekosistem lain maupun masyarakat moderen yang bermukim di perkotaan