Sabtu, 29 Maret 2014

BREAKING NEWS : Krisis Hutan Indonesia


BREAKING NEWS
KERUSAKAN HUTAN INDONESIA MENGKHAWATIRKAN

Setidaknya ada dua persoalan serius ihwal kerusakan hutan di Indonesia saat ini, yakni pembalakan liar dan pembakaran hutan. Pelakunya amat sulit dicegah dan ditindak oleh pemerintah. Buktinya ketika Presiden Susilo Bambang Yudhyono turun langsung menangani masalah kabut asap di Riau, barulah Polda Riau menetapkan 35 tersangka terkait pembakaran hutan di Riau.

Di akhir masa kepemimpinan Presiden SBY, upaya menuntaskan masalah kerusakan hutan dinilai terlambat. Mestinya ketegasan presiden muncul di awal-awal kepemimpinanya agar kondisi hutan kita terjaga dan terpelihara. Sayangnya beliau baru sadar belakangan ini setelah masyarakat Riau nyaris tidak menghirup oksigen lagi. Terlambatnya ketegasan presiden mengakibatkan laju kerusakan hutan di Indonesia cukup tinggi, pada tahun 2011 mencapai 610. 375,92 hektare per tahun dan tercatat sebagai tiga terbesar di dunia.
Tingginya laju kerusakan hutan kita mengesankan bahwa pemerintah abai akan kelestarian hutan. Maka, kabut asap di Riau hingga menjalar ke Sumbar barulah pemerintah ketar-ketir.

Hutan tidak hanya menghasilkan oksigen bagi manusia tetapi juga berfungsi sebagai pengurai pencemaran udara akibat pembuangan gas beracun. Sejatinya hutan dapat mencegah pemanasan suhu bumi yang dapat mengancam kehidupan manusia, menahan lapisan tanah, dan memberi kehidupan bagi fauna di dalamnya. Kian rusak hutan maka terancamlah segala mahluk hidup di dalamnya.

Hutan Indonesia merupakan hutan tropis yang terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo. Dengan luas 1.860.359,67 km2 daratan, 5,8 juta km2 wilayah perairan dan 81.000 km garis pantai, Indonesia ditempatkan pada urutan kedua setelah Brazil dalam hal tingkat keanekaragaman hayati (Minstry of Environment, 2009). Sayangnya kekayaan hutan kita hari kian menghkhawatirkan.

Eksploitasi Hutan

Salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan hutan adalah pembalakan liar yang dilakukan oleh manusia. Selain itu kerusakan hutan bisa juga terjadi karena kebakaran hutan, perambahan hutan pembangunan hutan tanaman industri, dan program pembangunan seperti tempat permukiman dan perkebunan.

Manusia mengeksploitasi hutan secara berlebihan dan keterlaluan. Ironisnya beberapa kasus membuktikan bahwa kepala daerah menyalahgunakan wewenang dengan memberi izin yang tidak sesuai peruntukan dan oknum penegak hukum diberikan setoran oleh cukong kayu untuk memuluskan praktik pembalakan liar.

Saat melakukan penelitian/survei di suatu daerah X bersama dosen saya sempat didatangi oleh oknum Polisi berpakaian preman. Oknum polisi tersebut memasang kecurigaa kepada kami dan menanyakan maksud kedatangan kami. Menurut warga setempat daerah X sudah lama terjadi pembalakan hutan liar sekaligus penambangan liar. Hal ini membenarkan laporan dari Forest Watch Indonesia (2001) sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi serta kurangnya penegakan hukum memperparah deforestasi di Indonesia.

Diperkirakan bahwa setiap tahunnya Indonesia kehilangan 1,5 juta hektar hutan selama 12 tahun terakhir dan apabila ini dibiarkan maka akan terjadi ketidakseimbangan ekosistem yang bisa berdampak buruk bagi mahluk hidup.
Bahkan Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang emisi terbesar ketiga dunia yang berasal dari penebangan hutan yang berlebihan.
Menjadi Bencana

Hutan kita telah digunduli sehingga air dan tanah tidak bisa ditahan oleh akar pohon. Tak heran kalau kita kerap menyaksikan banjir bandang di mana-mana. Kerusakan hutan juga terjadi karena api (kebakaran) seperti di Riau berdampak buruk bagi sebagian masyarakat Sumatera. Kondisi perekonomian menjadi terganggu karena warga disarankan tidak beraktifitas di luar rumah. Penerbangan di Riau dan Sumatera Barat terpaksa dibatalkan. Anak sekolah terpaksa diliburkan. Saat ini kabut asap di Riau menunjukkan pada level berbahaya dan dampaknya banyak warga Riau dan Sumbar menderita penyakit pernafasan.
Di tingkat nasional pemerintah telah berupaya mencegah pembalakan liar dengang membentuk tim pemberantasan pembalakan liar. Namun dalam proses perkara pembalakan liar, kasus per kasus berguguran di tingkat penyelidikan, penyidikan, hingga di tingkat pengadilan. Bahkan tidak sedikit perkara dihentikan karena kurang bukti. Putusan bersalah umumnya ditujukan kepada pelaku lapangan (supir pe­nganggkut kayu, mandor, dan tukang gergaji pohon. Sementara putusan bersalah terhadap otak pelaku seperti cukong, oknum pejabat yang terlibat, serta aktor intelektual dari kejahatan tersebut tidak ter­ungkap.
Oleh sebab itu pemerintah harus memberikan sanksi tegas bagi pelaku pembalakan liar maupun pembakaran hutan yang membabi buta. Kendati pemerintah memberi izin kepada perusahaan, pemerintah mestinya memberikan porsi yang jelas wilayah-wilayah yang akan dijadikan lahan baru. Pemerintah harus serius melakukan pengawasan secara ketat bagi perusahaan atau orang yang menebang pohon atau mem­­buat lahan baru—dengan cara membakar hutan—supaya tidak kecolongan terjadi kabut asap seperti di Riau.

Pondok Satwa News / By PoWa Crew

0 komentar:

Posting Komentar

 
Kunjungi Pondok Satwa On Twitter :)

BREAKING NEWS : Data terbaru kementrian kehutanan terkait biosfer pulau sumatera menyakinkan bahwa 80% ekosistemnya rusak dikarenakan banyak hutan dijarah, penebangan liar makin menjadi, dan batas wilayah konservasi tidak diakui. Degradasi ekosistem ini terjadi tidak hanya karena lemahnya penegakan hukum namun juga akibat kurang dipahaminya maksud dan tujuan pembangunan jangka panjang dan fungsi dari cagar biosfer. Peningkatan pemahaman dan kepedulian diperlukan baik bagi masyarakat tradisional yang hidup di sekitar dan di dalam hutan dan ekosistem lain maupun masyarakat moderen yang bermukim di perkotaan